MENGGALI POTENSI DIRI

Juli 21, 2022

MAMQ TEBUIRENG – Allah SWT menciptakan manusia dalam keadaan yang paling baik. Baik dalam arti memiliki bentuk sempurna, postur tubuh bagus, hingga bisa mengenakan pakaian yang serasi. Apalagi manusia mau memperdayakan anggota tubuhnya dengan baik, seperti makan dengan menggunakan tangan kanan. Lalu makan dan minum dengan cara duduk dan sebagainya. Maka manusia jauh lebih sempurna...

MAMQ TEBUIRENG – Allah SWT menciptakan manusia dalam keadaan yang paling baik. Baik dalam arti memiliki bentuk sempurna, postur tubuh bagus, hingga bisa mengenakan pakaian yang serasi.

Apalagi manusia mau memperdayakan anggota tubuhnya dengan baik, seperti makan dengan menggunakan tangan kanan. Lalu makan dan minum dengan cara duduk dan sebagainya.

Maka manusia jauh lebih sempurna lagi dengan segala hal yang telah diberikan Allah kepadanya. Keberadaan manusia yang demikian hanya akan dapat diraih oleh mereka dengan memperdayakan akal dan pikiran secara maksimal.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah:

 Lantas maukah kita sebagai manusia menggali potensi yang ada pada diri kita?

Ketika terlahir ke dunia ini, manusia sudah dibekali dengan akal dan pikiran oleh dzat yang maha mencipta. Dengan akal dan pikiran manusia dapat berfikir,  memilih, dan menentukan hal yang akan dikerjakannya.

Hal tersebut juga selaras dengan isi Al Qur’an oleh para ulama’, bahwa jika manusia bisa memaksimalkan akan pikirannya, pastinya akan melebihi makhluk Allah yakni Malaikat.

Tetapi, jika manusia tidak bisa memaksimalkan akan dan pikirannya, maka manusia jauh lebih sesat dibandingkan syetan bahkan binatang sekalipun.

Jika manusia dapat mengatur potensi jasmani, potensi ruhani dan potensi akal maka manusia menjadi ahsanu taqwim. Ingat firman Allah SWT:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4)

Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya”. (QS. At Tin: 4)

Kata al Insan dalam ayat di atas, menurut al Qurthubi adalah manusia-manusia yang durhaka kepada Allah swt. Tetapi, pendapat ini ditolah oleh ulama’ tafsir lain.

Bahkan, Bint asy-Syathi’ merumuskan bahwa semua kata al Insan dalam al Qur’an yang berbentuk definitie yaitu dengan menggunakan kata sandang alif lam berarti menegaskan jenis manusia secara umum, mencakup siapa saja.

Kemudian, kata taqwim, ar Raghib al-Ashfihani berpendapat bahwa kata tersebut sebagai isyarat tentang keistimewaan manusia dibanding binatang, yaitu akal, pemahaman, dan bentuk fisiknya yang tegak lurus.

Berarti, ahsan taqwim berarti bentuk fisik dan psikis yang sebaik-baiknya, hal itu menjadi penyebab manusia dapat melaksanakan fungsinya sebaik mungkin. (Quraish Shihab, dalam bukunya Tafsir Al Misbah, hal: 436 vol. 15).

Termasuk di dalamnya mengandung pengertian potensi diri manusia sebagai manusia seutuhnya.

Dalam al Qur’an banyak ayat yang menjelaskan tentang potensi diri manusia, diantaranya adalah pada surat al Isra’ ayat 84.

قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ…(الاسراء: 84)

Katakanlah, setiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing…”(QS. Al Isra’: 84)

Kata syakilatih pada mulanya digunakan untuk cabang pada satu jalan. Sayyid Quthub memahaminya dalam arti cara dan kecenderungan.

Ayat ini menunjukkan bahwa setiap manusia memiliki kecenderungan, potensi dan pembawaan yang menjadi pendorong aktivitasnya (Quraish Shihab, dalam bukunya Tafsir Al Misbah, hal: 436 vol. 7).

Sementara para pakar berpendapat bahwa ada empat tipe manusia, yaitu:

  1. Manusia yang memiliki kecenderungan beribadah
  2. Manusia yang memiliki kecenderungan meneliti dan tekun belajar
  3. Manusia yang memiliki kecenderungan pekerja keras
  4. Dan manusia yang memiliki kecenderungan seniman.

Dari sedikit penjelasan di atas, semoga kita selalu dapat menemukan dan mengembangkan potensi yang ada pada diri kita masing-masing. Wallahu a’lam.*/

Penulis: Ustadz Budi Al Ashad, M.Sy

Kontak
Jl. Irian Jaya No. 47 Tebuireng
0321-852820
Sabtu- Kamis: 07.00 - 13.00
Berlangganan